Omset Puluhan Juta dari Budidaya Pakan Ikan Alami

Budidaya ikan konsumsi maupun ikan hias sangat membutuhkan pakan. Menurut F Rahardi, pengamat agribisnis, komponen biaya pakan dalam praktik budidaya membutuhkan jatah 70% dari seluruh komponen biaya. Penggunaan pakan alami yang masih hidup untuk budidaya ikan, memiliki beberapa keuntungan. Yakni harganya lebih murah, tidak mudah busuk sehingga mengurangi pencemaran air, lebih mendekati kebutuhan biologis ikan karena berupa jasad hidup dan mempunyai kandungan gizi yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan pakan buatan.

Cacing Sutera selain harganya murah, nilai gizinya tinggi, protein 48%, lemak 21%, glikogen 7%, lemak asam organik 1%, dan asam nukleat (nucleic acid) 1%. Satu ekor Kutu Air mengandung protein 68%, lemak 13,29%, abu 11%, dengan kadar air sebanyak 53,6%. Oleh karena itu merupakan pakan yang baik untuk benih ikan konsumsi dan ikan hias. Sedangkan dengan pemberian kutu air bisa mengeluarkan warna ikan hias menjadi lebih indah dan pertumbuhan yang cepat.

Budidaya Cacing Sutera dan Kutu Air tidaklah sulit, terutama Cacing Sutera dengan kemampuannya mampu beradaptasi pada kualitas air yang jelek. Usaha budidaya Cacing Sutera juga bisa dilakukan di lahan sempit dengan menggunakan wadah nampan/tray.

Apalagi jumlah pembudidaya Cacing Sutera, Kutu Air dan pakan alami ikan masih sedikit dan sebagian besar masih mengandalkan dari tangkapan alam, sehingga sangat tergantung musim dan tidak bisa diandalkan. Seperti halnya Cacing Sutera paling banyak terdapat di selokan yang bebas dari racun/limbah rumah tangga atau pabrik barang nonorganik, terdapat di selokan yang banyak mengandung protein. Misalnya selokan yang di atasnya terdapat peternakan ayam, pemotongan ayam atau pabrik tahu.

Biasanya harga akan naik jika memasuki waktu musim penghujan tiba. Hal ini karena pada musim penghujan para pencari Cacing Sutera tidak berani turun ke sungai akibat aliran air yang sangat deras. Selain itu, biasanya setelah hujan turun koloni Cacing Sutera akan mudah hilang karena terbawa arus air dan cenderung lebih sulit untuk ditemukan lagi. Akibatnya Cacing Sutera akan sulit didapat dan ditemukan pada musim penghujan serta baru akan mudah diperoleh kembali jika mulai memasuki musim kemarau. Berapa pun harganya, pasti Cacing Sutera tetap terserap dan diterima pasar.

Sebagai pengepul (supplier) Masturo mengaku baru bisa memenuhi 50% permintaan. Bukan hanya itu, permintaan yang baru disanggupi paling jauh terbatas hanya sampai daerah Jawa Barat. Harga Cacing Sutera cukup beragam, mulai dari Rp 5.000 per liter sampai 20.000 per liter. Perbedaan harga tersebut biasanya tergantung kontinuitas suplai Cacing Sutera. Supplier yang lebih kontinu memasok akan mematok harga jual yang lebih tinggi, dibanding penyedia Cacing Sutera yang tidak kontinu.

Biaya untuk produksi Cacing Sutera dan Kutu Air terbilang rendah. Seperti Yusuf Arifin, pembudidaya Cacing Sutera asal Yogyakarta yang meraih untung hingga 90% dan Tedi Harianto Hamiprodjo, pembudidaya Kutu Air di Jakarta Barat yang mendapat untung hingga 40%. Tertarik mengikuti jejak mereka menjadi pengusaha pakan ikan alami? Simak dulu ulasannya hanya di Tabloid Peluang Usaha Edisi 04 Tahun IX yang terbit 8 Desember 2013. Eka, Tim Agri
Comments

Tidak ada komentar:

Designed by vnBloggertheme.com | Copyright © 2013 Tabloid Wirausaha Kreatif